Saturday, August 27, 2011

Something you should read : 99 Cahaya di Langit Eropa by Hanum Salsabiela Rais




























































Usia 20-an adalah periode kritis.
Di usia ini, schizophrenia umumnya mulai muncul..
Di usia ini juga, banyak terjadi benturan psikologis..
Benturan logika dan religi, dan sebagainya..

Hal ini diperparah dengan era globalisasi dan meningkatnya suhu dunia (bukan hanya yang bisa diukur dengan termometer saja, maksud saya).
Jujur saja, sebenarnya saya bingung harus bersikap seperti apa di milenium baru ini..
Bagaimana seharusnya kita menanggapi isu-isu politik?
Bagaimana seharusnya menanggapi isu agama atau budaya?
Lantas bagaimana dengan terorisme?
Chauvinisme?
Kapitalisme?
Kanibalisme??
(*yang terakhir karena mulai muak dengan hamster..)..

Apakah jawabanmu kalau ada pertanyaan :
"Bagaimana sikap Anda sebagai generasi muda dalam menanggapi isu konflik antaragama?".
Jujur saja, kalau saya sih bingung mau menjawab apa..

Saya bukan penganut paham seluler, eh..sekuler..
Dan bukan juga seorang fundamentalis (orang2 yang mengenal gw akan bilang, "Ya ga mungkin lah elo fundamentalis. Dasar ukhti..!").
Saya sedikit liberal, iya..
Tapi tidak terlalu liberal juga..
Di saat sedang pusing-pusing melangsungkan perang dalam diri sendiri, muncullah buku ini..

Ibu saya menyebut buku hebat ini sambil lalu, pada suatu hari di bulan Ramadhan tahun 2011.
Kebetulan karena saya penasaran dan punya waktu, jadilah saya membaca buku karangan Hanum Salsabiela Rais (tentu dia anaknya Amien Rais) dan suaminya ini.
DAN TIDAK DISANGKA!
Sungguh, hari itu saya tak bisa berhenti membacanya..
400-an halaman buku itu habis dalam 3 jam-an..


















99 Cahaya di Langit Eropa : Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa.
Itulah judul buku yang menakjubkan ini.
Buku ini mendapat rekomendasi dari Amien Rais, BJ Habibie, Najwa Shihab dan deretan cendekiawan lainnya.. Tapi jangan percaya dulu pada penilaian orang..
(Termasuk resensi ini..).

Anda harus membacanya sendiri, dan menikmati proses penyucian pikiran yang akan terjadi..
Oh,ya. Buku ini bukanlah buku khusus umat Muslim.
Buku ini baik dibaca oleh semua orang yang beragama, agnostik, maupun Anda yang tidak mempercayai adanya "The Chairman" (mengutip istilah untuk "Tuhan" di film The Adjustment Bureau). Mba Hanum yang jurnalis ini tak berpihak pada suatu sisi.
Jadi, sangat menentramkan membaca buku ini.

Gaya bahasa Hanum santai dan ringan, layaknya novel perjalanan untuk pembaca umum.
Tidak berat penuh berisi ayat-ayat kitab suci atau Hadist.
Jadi, buku ini sangat cocok terutama bagi yang baru mempelajari agama, anak muda, serta orang yang level keimanannya masih rada-rada cetek (seperti saya, misalnya).
Buku ini tidak menggurui dengan cara yang sok bijaksana.
Buku ini secara ajaib mengajak kita merenung dan berpikir.
Apa yang sebenarnya penting dalam memeluk suatu agama atau kepercayaan..
Salah satu pertanyaan Hanum yang menyentil, "Saat orang (konon) berjuang demi agama, apa yang sebenarnya dia bela?"..

Inti cerita 99 Cahaya di Langit Eropa adalah rangkuman perjalanan Hanum dan Rangga (suaminya) mencari jejak sejarah agamanya, di suatu periode di mana Islam sedang di-underestimate-kan.
Saat Muslim dijadikan bahan lelucon dan hinaan..
Hal ini menjadikan perjalanan dua sejoli ini menjadi penuh tantangan..
Tapi, tidak! Jangan berpikir bahwa buku ini berisikan hujatan atau hinaan kepada umat yang merendahkan Islam..
Tidak..

Hanum mempelajari cara yang sangat mulia dan sekaligus elegan dalam menghadapi hinaan terhadap agamanya.
Hal ini ia pelajari dari Fatma, muslimah Turki yang menemani suaminya mencari nafkah di Wina, Austria.
Target hidup Fatma adalah menjadi "agen muslim yang baik" di dunia.
Sungguh suatu sikap yang luar biasa dari seorang muslimah yang sulit mencari pekerjaan akibat jilbab yang dikenakannya.
Fatma sama sekali tidak menaruh dendam atau berpikir negatif terhadap orang-orang yang mendiskriminasikannya..



















Ini adalah Vienna Islamic Centre yang terletak di tepi Sungai Danube.
Di tempat inilah Hanum bertemu dengan Imam Hashim yang merujuknya kepada Marion Letimer.. Yang membuat perjalanan Hanum semakin seru dan bermakna..


Perjalanan Hanum berkeliling mulai dari Wina, Paris, Spanyol dan Turki memang mengungkap betapa besarnya kerajaan-kerajaan Islam zaman dahulu.
Tapi bukan itu yang terpenting..
Yang terpenting adalah bagaimana teknik berkawan dengan umat agama lain, untuk menjaga perdamaian.
Di muka bumi ini pernah terjalin persaudaraan erat antara umat Muslim, Kristen dan Yahudi di Eropa.
Itu terjadi sekitar abad 7.
Sayangnya, kemudian terjadi Perang Salib yang mengakhiri kedamaian itu..
Dan makin ke sini semakin memburuk..















Lukisan ini berjudul Vierge a l'Enfant, dilukis oleh Ugolino di Nerio (1315-1320).
Hanum dipertemukan dengan lukisan ini di Museum Louvre oleh Marion Letimer, seorang mualaf berkebangsaan Perancis.
Apa yang istimewa dari lukisan ini..?
Perhatikan hijab yang dipakai oleh Bunda Maria.
Ada ornamen-ornamen huruf Arab (disebut pseudo-kufic, berbeda dengan huruf Arab biasa), yang jika dibaca berbunyi : "Laa ilaa ha Illallah".. Subhanallah sekalii..

Sungguh, perjalanan Hanum dan Rangga yang sarat akan pelajaran ini membuat saya mulai sedikit memahami bagaimana harusnya kita bersikap di dunia yang penuh konflik antaragama ini.
Dan pelajaran sejarah yang tercantum di buku ini membuat saya giat mempelajari peninggalan-peninggalan Islam di Eropa..
Ooohh.. Seandainya punya biaya, saya sangat ingin berkunjung ke tempat-tempat yang dikunjjungi oleh Hanum dan Rangga ini..
Amiien.. Semoga suatu hari nanti...




























 Calat Alhambra (artinya : The Red Fortress). Sesuai namanya, selain berfungsi sebagai istana, bangunan mewah ini juga berperan sebagai benteng. Lokasinya adalah di Provinsi Granada, Spanyol. Mahakarya ini dibuat pada abad ke-14 oleh bangsa Moor periode dinasti Nasrid.





















Hagia Sophia (holy wisdom) atau Ayasofya dalam bahasa Turki. Bangunan romantis di Istanbul, Turki, ini adalah saksi perjalanan sejarah agama di Eropa.
Awalnya, Hagia Sophia adalah Eastern Orthodox Cathedral, kemudian berubah menjadi Katedral untuk Katolik Roma. Pada tahun 1453–1931, Ayasofya merupakan mesjid kerajaan.
Dan akhirnya tahun 1935, ia resmi dibuka untuk publik sebagai museum...


Saya terkagum-kagum, bagaimana mungkin buku yang penuh keikhlasan dan kebijaksanaan ini ditulis oleh orang yang begitu muda..
Bahasanya ringan, padat dan menyentuh, namun tidak neko-neko..
Luar biasa..
Saya jadi ingin membaca buku karangan Hanum yang lain..
Terima kasih banyak, Mbak Hanum atas bukunya yang memesona dan menentramkan hati!!

No comments: